Alat Terapi Chamber Tak Difungsikan, Satu Pasien Dekompresi Meregang Nyawa

TAK DIFUNGSIKAN: Hiperbarik yang tak difungsikan berada di Puskesmas Tanjung Batu. (ISTIMEWA)

benuakaltim.co.id, BERAU – Belum lama ini, seorang penyelam asal Pulau Derawan, Kecamatan Tanjung Batu dikabarkan meninggal dunia akibat terindikasi decompression sickness.

Penyakit dekompresi adalah gangguan yang biasanya dialami oleh penyelam, astronom, dan pilot dengan gejala seperti pusing, tubuh terasa lemas, hingga sesak napas.

Kematiannya ini lalu dikaitkan dengan keberadaan alat terapi chamber atau terapi hiperbarik yang di berada di Puskesmas Tanjung, yang dinilai tidak berfungsi hingga saat ini.

Kabar terkait kematian penyelam yang diketahui bernama Nadriansyah tersebut diperoleh benuakaltim.co.id dari tulisan Kadek Wirawan yang mempublikasikan masalah kematian yang berhubungan dengan keberadaan alat itu, di dinding media sosial Facebook miliknya, Selasa (8/4/2025).

“Kita memerlukan recompression chamber di Berau segera dapat dioperasikan. Karena ironi barangnya ada tapi tidak bisa menolong nyawa saudara kita. Seandainya almarhum dapat ditangani segera lewat terapi chamber, mungkin saat itu kondisinya berbeda,” ungkapnya Rabu (23/4/2025).

Baca Juga :  Bawa Sabu di Kebun Sawit Kasai, AM Berujung Diciduk

Kadek juga meminta pemangku kebijakan di Kabupaten Berau untuk mengklarifikasi keberadaan alat itu. Berikutnya, mengoperasikan kembali alat itu untuk menolong pasien yang terkena penyakit dekompresi.

“Untuk dirujuk ke Balikpapan dengan perjalanan darat sangatlah lama dan bisa berakibat fatal terhadap korban. Karena jika ada indikasi/ gejala penyakit decompresi mestinya korban dapat penanganan sebelum waktu 3 jam,” bebernya.

Menyikapi persoalan ini, Plt Kepala Puskesmas Tanjung Batu, Tutut Andayani mengatakan, alat hiperbarik tersebut memang saat ini berada dalam kondisi baik. Namun, belum dapat difungsikan.

Baca Juga :  Kapal Tabrak Jembatan Bujangga, Tidak Ada Korban Jiwa

“Karena chamber itu harus dioperasionalkan di level rumah sakit. Kalau dulu dari dokter, terus operatornya itu ada. Karena sudah sekian tahun tidak difungsikan jadi perlu resertifikasi,” ujarnya.

“Saat ini alat itu berfungsi. Kendalanya di izin operasionalnya yang tidak ada. Kami juga tidak mau operasikan tanpa ada izin operasional karena takut melakukan tindakan malpraktik,” sambungnya.

Meskipun masih berfungsi baik, lanjutnya, yang bisa dilakukan pihaknya hingga saat ini hanyalah sebatas tindakan pemeliharaan secara rutin sesuai regulasi yang berlaku. Selanjutnya mencegah agar alat itu tidak mengalami kerusakan.

“Jadi, kami hanya sebatas maintenance. Seminggu beberapa kali tetap dinyalakan. Tapi tidak difungsikan untuk mengobati pasien. Kalau misalnya dipertahankan di sini maka puskesmas yang mesti ditingkatkan menjadi RS,” bebernya.

Baca Juga :  Cegah Pemanfaatan Kawasan Hutan Secara Ilegal, Satgas PKH Berau Pasang Plang

Keberadaan alat itu diwacanakan akan dipindahkan ke RSUD yang baru yakni RSUD Tanjung Redeb yang terletak di Jalan Sultan Agung. Pemindahannya juga dikabarkan setelah pembangunan RSUD tahap dua rampung.

“Kemarin ada wacana dari Pemda itu mau dipindahkan ke RSUD yang baru. Kami ikut saja. Meskipun kami mau bertahan di sini karena akan lebih cepat bertindak untuk mengobati pasien dari Derawan dan Maratua,” tuturnya.

“Tapi kalau dipertahankan di sini, mesti menaikan puskesmas ke level rumah sakit dulu dan itu juga perlu waktu. Lalu kalau dipindahkan pun juga menunggu pembangunan RSUD Tanjung Redeb tahap dua,” pungkasnya. (*)

Reporter: Georgie Silalahi

Editor: Endah Agustina 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *