Tabrak Jembatan Mahakam, Tongkang Diduga Beroperasi Diluar Jam Pandu

RAPAT: RDP terkait insiden tertabraknya jembatan Mahakam oleh kapal tongkang di Kantor DPRD Kaltim. (ISTIMEWA)

benuakaltim.co.id, SAMARINDA – Insiden tertabraknya Jembatan Mahakam oleh kapal tongkang mendapat sorotan tajam dari DPRD Kaltim terhadap kelalaian prosedur lalu lintas sungai serta lemahnya pengawasan dan pengelolaan area tambat kapal di wilayah Katim, khususnya Samarinda.

Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud mengatakan, kejadian tersebut menambah catatan insiden di Jembatan Mahakam dan menilai ada indikasi sembunyi-sembunyi yang akhirnya menyebabkan penabrakan jembatan tersebut.

“Ini kejadian di luar jam pandu, ada indikasi pengolongan diam-diam, curi-curi dan bermain. Percuma kita buat tata kelola lalu lintas perairan kalau ada yang melanggar,” ungkapnya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung E DPRD Kaltim, Senin (28/4/2025) lalu.

Akibat kejadian itu, dirinya mendesak pihak terkait untuk melakukan investigasi dengan benar, dan memastikan pengamanan fander segera terealisasi.

Baca Juga :  Bayu Saputra Deklarasikan Diri Maju Calon Ketua Umum KNPI Kaltim

“Jangan egois melakukan pengolongan, tapi tidak menerapkan pengamanan. Jembatan ini aset, kalau ditabrak tidak ada yang tanggung jawab pasti memicu amarah,” ucapnya.

Lebih lanjut, Hasanuddin Mas’Ud menambahkan, DPRD Kaltim hendak menerapkan hal yang dilakukan oleh Banjarmasin, yakni melibatkan Perusahan Daerah (Perusda) untuk turut terlibat dalam tata kelola penyediaan keamanan.

“Tapi langkah itu perlu adanya Peraturan Daerah (Perda), sementara ini kita fokuskan dulu untuk meningkatkan keamanan jembatan, seperti CCTV dan asuransi yang harus dialokasikan oleh pihak pengolong,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda, Mursidi menambahkan, kejadian itu terjadi di luar area dan waktu tambat yang resmi.

“Kemarin itu di luar dari jam pengolongan dan bukan di wilayah tempat yang disyaratkan untuk penambatan,” bebernya.

Baca Juga :  Bayu Saputra Deklarasikan Diri Maju Calon Ketua Umum KNPI Kaltim

Mursidi mengungkapkan, Sungai Mahakam memiliki area labuh dan tambat resmi yang disusun berdasarkan pertimbangan keselamatan pelayaran.

“Area tersebut disesuaikan dengan kondisi pasang surut air, yang kerap mengharuskan kapal menunggu air pasang untuk dapat bergerak,” ungkapnya.

Pada satu sisi saat ditanyakan perihal tempat tambatan dan ketentuannya, Ia menuturkan area tambat resmi di Samarinda berada di kawasan Harapan Baru dan di atas lokasi, bukan di bawahnya. Berdasarkan pendataan KSOP juga mencatat bahwa banyak tempat tambat yang saat ini dikelola secara informal oleh masyarakat tanpa keterlibatan pemerintah daerah.

Mursidi menganggap hal ini berpotensi menimbulkan risiko keselamatan karena tidak dikelola sesuai teknisnya, bahkan bisa menyebabkan kerugian daerah dari sisi pendapatan.

Baca Juga :  Bayu Saputra Deklarasikan Diri Maju Calon Ketua Umum KNPI Kaltim

“Sementara, posisi tongkang saat insiden penabrakan justru berada sekitar 1,5 kilometer di bawah Jembatan Mahakam. Kalau mengacu pada Perda, area tambat harus minimal 5 kilometer dari jembatan. Faktanya, kejadian kemarin hanya sekitar 1,5 kilometer di bawah Jembatan Mahakam,” jelasnya.

“Sekarang ini kapal membayar ke masyarakat untuk tambat, bukan ke pemerintah daerah. Ini seharusnya menjadi peluang bagi daerah untuk mengelola tambatan resmi dan menambah pendapatan asli daerah,” imbuh Mursidi.

Di sisi lain, Direktur Umum PT Energi Samudra Logistik, J Hendrik mengaku pihaknya akan mengikuti proses hukum dengan patuh, dan menyatakan ganti rugi secara proposional.

“Kapten kita masih proses, dan rekomendasi hukumnya seperti apa kita masih menunggu, soal ganti rugi kita secara proposional,” pungkasnya. (*)

Reporter: Georgie Silalahi

Editor: Endah Agustina

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *