benuakaltim.co.id, BERAU – Kejaksaan Negeri (Kejari) Berau melalui Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) mengungkap dugaan korupsi yang terjadi di Dinas Kesehatan.
Kepala Seksi (Kasi) Pidsus Kejari Berau, Rahadian Arif Wibowo menyebut, dalam perkara ini terdapat pria berinisial SN selaku Staf Pembantu Bendahara ditetapkan sebagai tersangka. Adapun SN bertugas untuk melakukan pembayaran Tambahan Penghasilan Pengawai Negeri Sipil (TPP) di lingkungan Dinkes.
“Kasus tersebut bermula dari temuan penyidik Kejaksaan Negeri Berau. Di mana, tersangka menyebabkan kerugian hingga Rp 1,2 Miliar. Tersangka, melakukan aksinya sejak tahun 2017 hingga tahun 2025,” ungkapnya, Rabu (7/5/2025).
SN menggunakan modus dengan mendaftarkan sejumlah nama pegawai Dinas Kesehatan Berau, yang seharusnya tidak mendapat TPP. Sehingga pencairan TPP tersebut langsung tertuju ke rekening pribadinya.
“Nama-nama itu tidak seharusnya mendapat TPP, tapi dengan kewenangan tersangka, dibuat seolah-olah dapat. Dan uang itu ditransfer ke rekening pribadi tersangka,” ujarnya.
Dirinya menegaskan, SN diyakini memenuhi unsur pelanggaran Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) setelah penyidik memeriksa sebanyak 20 saksi dan 2 orang ahli dari Inspektorat Kabupaten Berau.
“Unsur terpenuhi, yang bersangkutan langsung ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan di Rutan Kelas IIB Tanjung Redeb,” ucapnya.
Rahadian menjelaskan, saat ini proses penyidikan masih berlanjut dan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka.
“Kalau berdasarkan fakta yang kami temui, saat ini masih satu orang yang jadi tersangka. Kami masih melakukan pengembangan,” bebernya.
Penyidik juga telah menyita sejumlah aset berharga milik SN yang diduga hasil dari kejahatannya. Di antaranya aset berupa 1 unit mobil dan 1 bidang tanah seluas 1 hektare yang berada di Kecamatan Sambaliung.
“Tersangka juga telah menyerahkan uang tunai sebesar Rp 400 juta, untuk pengembalian dana kerugian negara tersebut,” ungkapnya.
Kini SN disangkakan dengan Pasal 2, 3 dan 9 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.
“Jika nanti ditemukan ada yang terlibat maka akan dijerat dengan pasal 55 KUHP,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie Silalahi
Editor: Endah Agustina