benuakaltim.co.id, BERAU – Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Kabupaten Berau kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan gerbang masuk Kantor DPRD Berau, Rabu (14/5/2025). Dalam aksi itu terdapat empat tuntutan yang disampaikan.
Empat tuntutan itu menolak closing project yang dilakukan PT Lantana Multi Mineral (LMM) mengingat kondisi perusahaan masih stabil dan berjalan lancar hingga saat ini. Selanjutnya, meminta Bupati, DPRD, dan Disnakertrans Berau bertanggung jawab dan memperhatikan nasib karyawan korban PHK.
Selain itu, KASBI juga meminta Bupati dan DPRD Berau untuk melaksanakan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Kedudukan Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi, serta Tata Kerja Disnakertrans. KASBI meminta Bupati dan DPRD Berau untuk memeriksa PT LMM yang melakukan closing project secara tiba-tiba.
Mengingat perusahaan diduga melakukan Tax Fraud atau manipulasi administrasi agar bisa mendapat amnesti pajak dari negara sehingga berpotensi merugikan negara.
Ketua KASBI Kabupaten Berau, Rachmat Aditia menegaskan aksi yang dilakukan di depan Kantor DPRD merupakan bagian dari aksi yang sama dan pernah digaungkan sebelumnya pada May Day, 1 Mei 2025 di depan Kantor Disnakertrans Berau.
“Permasalahan ini sudah lama kami sampaikan. Kami sudah menyurat ke DPR tapi DPR tidak pernah mau menanggapi surat kami. Kami jujur merasa kecewa atas perlakuan DPR,” ungkapnya Rabu (14/5/2025).
Disampaikannya, sebagai pihak yang di PHK PT LMM, perhatian dari pemerintah daerah dalam mengatasi persoalan itu sangat dibutuhkan. Mengingat, para karyawan yang kehilangan pekerjaannya telah terperosok dalam kesulitan ekonomi.
“Di mana tanggung jawab pemerintah daerah, DPR terhadap buruh korban PHK? Kami minta tolong perhatikan kami, karena nasib kami sudah seperti telur di ujung tanduk,” ucapnya.
Sebelumnya, Subkoordinator atau Mediator Hubungan Industrial (HI) Disnakertrans Berau Adji Lidya Arlini menjelaskan bahwa sebelum aksi unjuk rasa yang dilakukan KASBI khususnya pada May Day lalu, pihaknya sudah bertemu dengan PT KJB selaku owner PT LMM.
“Kalau memang sampai close project harus disampaikan dengan alasan-alasan yang jelas. Yang penting keakuratannya, kenapa close project. Nah, alasannya kan produksi tidak mencapai target yang bahkan itu berlanjut selama 2 bulan,” ujarnya.
“Nah, jangan sampai hak mereka tidak dibayarkan. Pembayaran juga harus sesuai aturan pembayaran dan juga ketika mengganti atau tidak diganti, saya harapkan pekerja-pekerja ini jangan didiamkan,” sambungnya.
Ditambahkannya, akibat closing project ratusan pekerja PT LMM harus meninggalkan pekerjaannya. Terhadap persoalan itu juga, pemerintah daerah tidak tinggal diam. Malah sebaliknya telah menjalankan tugas dan fungsinya.
“Tapi kami tidak bisa intervensi terlalu jauh untuk close project atau tidak. Kami hanya berharap agar tidak ada close project dan tidak ada yang di PHK,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie Silalahi
Editor: Ramli