benuakaltim.co.id, SAMARINDA – Kepala Biro Administrasi Pimpinan Pemprov Kalimantan Timur (Kaltim), Syarifah Alawiyah membeberkan alasan asisten pribadi (Aspri) Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, yang diduga melakukan intervensi terhadap jurnalis saat mewawancarai Rudy Mas’ud, pada Senin 21 Juli 2025 lalu.
Saat itu, Aspri perempuan yang bernama Senja melontarkan kata “tandai, tandai” kepada wartawan yang bertanya.
Bahkan setelah wawancara berlangsung, Senja mendatangi wartawan dan menanyakan nama media wartawan tersebut.
Menanggapi itu, Syarifah mengatakan bahwa situasi kemarin cukup melelahkan bagi Gubernur. Ia menjelaskan bahwa padatnya agenda sejak pagi membuat Rudy berada dalam kondisi kelelahan fisik.
Tadi saya ada juga di situ. Itu mungkin karena Bapak itu sudah capek seharian. Itu sudah diingatkan untuk stop,” ujarnya Rabu (23/7/2025).
Katanya, Rudy Mas’ud menghadiri kegiatan dari pagi hingga sore hari tanpa sempat beristirahat atau menjalankan ibadah.
“Bayangin aja dari jam setengah sembilan beliau datang sampai jam tiga, tidak sempat makan, tidak sempat salat, karena acara itu tidak bisa ditinggal,” ucapnya.
Bahkan setelah acara tatap muka, Gubernur langsung mengikuti pertemuan virtual bersama Presiden terkait peresmian koperasi Merah Putih yang pelaksanaannya sempat molor dari jadwal sebelumnya.
Hal itulah yang membuat Aspri Rudy bertindak tegas sampai membuat wartawan yang berada dilapangan merasa terintimidasi karna di halang-halangi untuk memberikan pertanyaan diluar agenda saat itu.
“Zoom itu dengan Presiden. Nah Presiden itu tiba-tiba acara itu terlambat yang seharusnya jam sepuluh, jadi jam setengah dua belas dimulai dari pusat. Nah sudah begitu, pidato Presiden itu panjang,” bebernya.
Ia meminta agar situasi tersebut bisa dimaklumi dan dipahami oleh para jurnalis. Bahkan dirinya menyebut jurnalis yang berada di lapangan juga bersalah karena tidak memahami situasi Gubernur.
“Dimaklumi aja mas, saya rasa di sini juga pihak wartawan juga mungkin salah juga gitu kan. Harusnya paham lah dengan kondisi pimpinan yang sudah capek seharian, nggak sempat makan, sholat pun juga terlambat gitu kan,” tuturnya.
“Kalau bisa ya stop ya stop. Mungkin itu kali sampai mereka agak lebih tegas gitu kan. Jadi kalau bisa, kalau memang sudah ada bahasa ‘sudah ya’, dipahami gitu loh,” sambungnya.
Menanggapi fenomena itu, Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, Intoniswan, menanggapi serius penggunaan diksi “tandai-tandai” oleh asisten pribadi Gubernur.
“Senja harus menjelaskan maksud dan tujuannya mengucapkan ‘tandai-tandai’ dan kepada siapa kata-kata tersebut ditujukan, sebab kata-kata itu konotasinya negatif, bisa ditafsirkan sebagai bentuk ancaman tidak langsung terhadap fisik wartawan atau perusahaan media tempat wartawan bekerja,” tegas Intoniswan saat dikonfirmasi, Selasa (22/7/2025) kemarin.
Ia juga menilai seharusnya cukup disampaikan alasan kelelahan Gubernur tanpa perlu menggunakan kata-kata yang memicu tafsir negatif.
“Yang wajar dalam kondisi demikian adalah dengan mengatakan, ‘Bapak tidak bisa menghadiri rapat paripurna karena mengikuti acara daring dengan Presiden’, dan tidak perlu mengucapkan diksi ‘tandai-tandai’,” imbuhnya.
Meskipun demikian, Intoniswan juga mengingatkan wartawan untuk tetap bersikap professional dan lebih memahami kondisi narasumber.
“Dalam kondisi seperti sore itu, wartawan juga perlu bersikap toleran dan memahami situasi Gubernur, sebab ketika wartawan merasa punya hak bertanya, narasumber dalam hal ini Gubernur Kaltim juga punya hak menolak diwawancarai atau tidak menjawab pertanyaan wartawan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie Silalahi
Editor: Yogi Wibawa