Tantangan Koperasi Merah Putih di Berau Ada pada Jumlah Penduduk

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Kabupaten Berau, Tenteram Rahayu. (Foto: GEORGIE/BENUAKALTIM.CO.ID)

benuakaltim.co.id, BERAU – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Kabupaten Berau, Tenteram Rahayu, mengungkapkan sejumlah tantangan dalam proses pembentukan Koperasi Merah Putih, terutama di desa-desa yang memiliki jumlah penduduk kurang dari 500 jiwa.

Menurutnya, ada 14 desa di Berau yang berpenduduk minim dan harus mempertimbangkan opsi pembentukan koperasi secara mandiri atau bergabung dengan desa lain.

“Kami serahkan sepenuhnya kepada musyawarah desa. Kalau memungkinkan bergabung dengan desa lain yang letaknya berdekatan, itu bisa jadi pilihan yang baik. Tapi kalau hanya ingin memenuhi syarat jumlah penduduk namun jaraknya jauh, tentu tidak ideal,” ujar Tenteram, Selasa (27/5/2025).

Ia menekankan keputusan akhir tetap berada di tangan masyarakat melalui Musyawarah Desa (Musdes), sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi di tingkat kampung.

Menanggapi kekhawatiran mengenai kesenjangan antara desa yang sudah maju dan desa tertinggal dalam pengembangan koperasi ini, Tenteram optimis bahwa program Koperasi Merah Putih tetap dapat berjalan merata di seluruh 13 kecamatan.

“Ini program Inpres, dan semua kampung punya kesempatan yang sama. Kami dorong sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing desa,” tegasnya.

Soal pendanaan, ia menjelaskan bantuan bukan dalam bentuk dana langsung melainkan plafon pembiayaan usaha dari pemerintah pusat, sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM serta Kemenko Perekonomian.

“Ini bukan bagi-bagi uang. Setelah koperasi terbentuk, akan tersedia plafon pembiayaan antara tiga hingga lima miliar rupiah. Besarnya disesuaikan dengan jenis usaha dan analisa kelayakannya,” jelasnya.

Sebelum menetapkan skema pembentukan koperasi, pemerintah desa diminta melakukan inventarisasi potensi ekonomi lokal dan lembaga yang sudah ada, seperti BUMDes, koperasi, atau kelompok tani dan nelayan.

Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, desa bisa memilih untuk membentuk koperasi baru, mengembangkan koperasi yang sudah ada, atau merevitalisasi koperasi yang mati suri.

“Misalnya ada koperasi sawit yang masih eksis dan hasil Musdes memutuskan untuk menggunakan itu, silakan. Tapi kalau masyarakat ingin bentuk yang baru, juga diperbolehkan,” ucapnya.

Tenteram juga menegaskan meskipun belum ada pembicaraan teknis mengenai penggunaan dana APBD, semua proses tetap dilakukan berdasarkan regulasi yang berlaku.

“Terkait syarat pendirian koperasi, ia menyebutkan bahwa secara undang-undang hanya diperlukan minimal sembilan orang sebagai pendiri,” pungkasnya. (*)

Reporter: Georgie Silalahi

Editor: Ramli

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *