benuakaltim.co.id, BERAU – Pemutaran film dokumenter dan Launching zine (modul) pembelajaran tari Jappin Sidayang menjadi puncak acara ‘Malam Sidik Sidayang’ yang diselenggarakan Komunitas Tepian Kolektif dan Ruang Perupa Kabupaten Berau berlangsung meriah pada, Selasa (29/04/2025) lalu.
Dalam modul tersebut, tak hanya sekedar penjelasan mengenai setiap gerakan tari Jappin Sidayang, yang dapat dipelajari. Namun ada pula penjelasan sejarah sang tokoh yang tari jappin Berau tersebut, yakin Adji Rasman. Adji Rasman adalah tokoh yang punya jasa besar dalam pengembangan Jappin Sidayang, sehingga dapat bertahan dari zaman ke zaman di Bumi Batiwakkal.
Oleh sebab itu, Sidik Sidayang merupakan bentuk penghormatan kepada Adji Rasman, atas dedikasinya dalam menggeluti tari Jappin Sidayang yang sudah puluhan tahun mengajar tari dari generasi ke generasi.
Meylinda, salah satu penulis zine tersebut, menuturkan, karya modul Sidayang ini tentu masih harus ada pengembangan dan perbaikan, sebab dirinya dan tim menyadari masih belum banyak memperoleh informasi yang cukup dalam mengembangkannya.
“Kami menyadari, memang masih butuh upaya yang lebih untuk menemukan makna setiap gerakan Japin Sidayang ini” kata Meylinda, Kamis (1/5/2025).
Kendati demikian, walaupun makna setiap gerakan butuh pengembangan, namun gerakan yang sudah ada di modul tersebut dapat dipelajari siapa saja. Lebih lanjut dirinya menuturkan, akan menyebarluaskan zine tersebut ke sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Berau. Agar dapat dipelajari oleh generasi agar Jappin Sidayang dapat terus lestari.
“Ini juga adalah projek bertumbuh, jadi ini masih ada kelanjutannya, dalam waktu dekat kami akan menyebarkan ini ke sekolah-sekolah,” ungkapnya.
Perbedaan Kata Si-Dayang dan Sidayang
Primadana Afandi selaku koordinator Komunitas Tepian Kolektif, menyampaikan, dalam perjalanan timnya mengumpulkan sejumlah bahan-bahan yang mendukung penulisan zine tersebut, pihaknya memilih menulis secara tergabung Sidayang. Sebab jika secara terpisah dikhawatirkan cenderung merujuk pada satu gender saja.
Walaupun menurut sejarah yang ditulis dalam zine tersebut tari Jappin Sidayang sering diakukan oleh laki-laki, dan biasa ditunjukkan pada acara pernikahan, namun kata dayang sendiri identik dengan seorang perempuan.
“Kami menulis Sidayang, secara tergabung agar tidak ditafsirkan tari tersebut, cenderung genderis. Makanya ditulis Sidayang agar bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie Silalahi
Editor: Endah Agustina